Bahaya Jadi Orang Alim


Sebagian orang ketika sudah melewati proses hijrah beberapa kali, terkadang merasa dirinya telah terbebas dari dosa, kesalahan, dan mungkin menganggap dirinya lebih suci dari orang lain. Hal itu terlihat dari pikiran-pikiran yang terlintas di hatinya ketika memandang orang lain.
Misalnya, ada muslimah yang masih menggunakan kerudung yang panjangnya hanya sebatas di bawah dada. Lalu dia berkata dalam hati, "Ya ampun, dadanya sih udah ketutup, tapi bentuk badannnya masih keliatan, harusnya kan pakai kerudung yang ukurannya sepanjang punyaku ini, gimana sih?".
Atau umpamanya ada seorang pendakwah. Dia aktif di berbagai majelis ilmu, hadir sebagai pembicara. Diam-diam, dia merasa bangga bahwa dirinya memiliki lebih banyak ilmu, daripada jama'ah yang sedang ia ceramahi.
Ada contoh yang lebih parah, yaitu seorang murid yang suka menilai gurunya sendiri. Misalnya, ketika belajar pada seorang guru, murid itu menemukan ada kesalahan dari penyampaian gurunya. Setelah menyadari kesalahan itu, lama-kelamaan, si murid sedikit tidak mendengarkan penjelasan gurunya. Pada akhirnya, si murid akan meremehkan sang guru tersebut dan kita tidak perlu menunggu waktu lama sampai si murid tidak lagi datang ke majelis ilmu yang diampu oleh guru itu. Alhasil, hilanglah keberkahan dalam menuntut ilmu.

Sebenarnya, banyak sekali contoh-contoh semacam ini. Kita pun bisa mengambil contoh dari diri kita sendiri. Coba bercermin dan tanyakan pada diri sendiri. Pernahkah aku merasa lebih hebat dari orang lain? Apakah aku merasa lebih shalih/shalihah dari teman-temanku? Apakah aku merasa lebih tau karena aku duluan yang berhijrah? Silakan jawab dalam hati.

Perasaan-perasaan yang menganggap diri kita lebih dari orang lain, akan memunculkan titik-titik hitam dalam hati kita. Jika kita tidak menghilangkan perasaan itu, lama kelaman hati kita akan menjadi hitam. Gelap. Tanpa cahaya.

Kenapa bisa begitu?
Orang yang merasa dirinya tinggi akan merasa kalau dirinya selalu benar dan sempurna, sedangkan orang lain selalu salah atau minimal selalu punya cacat. Sehingga dia akan menutup diri dari perkataan dan nasihat yang berasal dari luar dirinya. Kalau sudah begini, kita bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia akan menjadi orang yang sombong, menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Hatinya akan menjadi keras seperti batu atau mungkin batu lebih lembut dari hatinya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahaya sombong.

Dari 'Abdullah bin Mas'ud, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang ada kesombongan seberat biji sawi di dalam hatinya." Seorang laki-laki bertanya, "Sesunggugnya semua orang senang bajunya bagus, sandalnya bagus, (apakah itu adalah kesombongan?)." Beliau  shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia." (HR Muslim, no. 2749).
Dari kutipan hadits di atas, kita bisa mengambil sebuah pengertian dari sombong. Sombong bukanlah ketika kita pakai baju bagus. Bukan pula ketika kita memakai sepatu mahal. Baju, sepatu, kendaraan, tas, kamera. Semua itu adalah hal yang indah. Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri juga memiliki kendaraan berupa kuda tercepat, pakaian dengan kain yang bagus, dan parfum yang wanginya bertahan sampai berhari-hari. Artinya, kita boleh memiliki barang-barang yang indah seperti itu. Dan itu bukan termasuk kesombongan. Justru itu adalah bekas dari nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.

Sombong adalah ketika hati kita menutup hati, menjadikannya keras bagai batu, sehingga kita tidak lagi bisa menerima kebenaran dari orang lain. Kita merasa terganggu dengan kebenaran, nasihat, koreksi dari orang lain. Bahkan mungkin, kita merasa terganggu dengan teguran dari Allah 'azza wa jalla.

Selain itu, kita juga termasuk sombong ketika kita mulai merendahkan orang lain. Merasa diri lebih tinggi dari mereka. Meremehkan orang yang baru mulai hijrah, baru mulai belajar, baru mulai latihan beramal.

Lantas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata orang seperti itu tidak akan masuk surga.
Bukan kah tujuan saat pertama kali berubah adalah surga?
Bukan kah goals saat awal berhijrah meninggalkan dosa adalah ridha Allah??

Lalu, kemana kah langkah kita sebenarnya saat ini?






Ditulis oleh Nurita Dewi Amelya El-Yasha
di dalam rumah, saat pandemi corona ada di mana-mana.
Yogyakarta, 20 April 2020
13.42 WIB


referensi:
https://almanhaj.or.id/5557-kesombongan-penghalang-masuk-sorga.html

Komentar

Posting Komentar